Kamis, 18 Februari 2010

ARTIKEL ILMIAH STA

STRATEGI PEMASARAN MELALUI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) SUATU ALTERNATIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PELAKU AGRIBISNIS
OLEH : HASANAWI MASTURI

I. PENDAHULUAN
Pemasaran komoditi agribisnis pada umumnya masih banyak ditentukan oleh peran pihak pelaku pemasaran di tingkat hilir seperti pedagang pengumpul dan pedagang besar (bandar), sehingga peran petani (produsen) dalam proses pemasaran hasil belum terlihat jelas, kecuali pada para petani dengan status ganda dan petani dengan skala usaha yang besar. Dengan keadaan seperti ini kapasitas petani dalam proses penentuan harga masih relatif kecil.
Pola pemasaran konvensional yang dilakukan petani menyebabkan tingkat harga yang diterima oleh petani pada umumnya relatif lebih kecil dibandingkan dengan harga yang diterima oleh pedagang. Keuntungan yang diterima oleh petani dari kegiatan usahataninya juga relatif kecil, sementara konsumen harus membayar lebih mahal dari harga yang selayaknya ditawarkan, hal ini sebagai akibat dari terjadinya biaya pemasaran yang tinggi dari petani hingga sampai kepada konsumen akhir. Kenyataan lain menunjukkan bahwa disamping lemahnya posisi tawar (bargaining posistion) petani dalam pemasaran juga semakin maraknya produk-produk pesaing khususnya produk import di pasar yang sama dalam negeri.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pemasaran dan meningkatkan nilai tambah petani dan produk agribisnis adalah dengan mengembangkan infrastruktur pemasaran antara lain dengan mengembangkan Sub Terminal Agribisnis (STA). Pengelolaan STA tidak hanya sebagai tempat pelelangan produk agribisnis tetapi juga sebagai tempat pelayanan berbagai kepentingan pelaku agribisnis (petani, pengolah dan pedagang).

II. POSISI STRATEGIS SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA)
Sub Terminal Agribisnis (STA) merupakan infrastruktur pemasaran untuk transaksi hasil-hasil pertanian, baik untuk transaksi fisik (lelang, langganan, pasar spot) maupun non fisik (kontrak, pesanan, future market). Selain itu diharapkan berfungsi pula untuk pembinaan peningkatan mutu produk sesuai dengan permintaan pasar, pusat informasi, promosi dan tempat latihan atau magang dalam upaya pengembangan peningkatan sumber daya manusia (Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 2000).
Tujuan STA adalah untuk menciptakan sistem pasar persaingan sempurna (pure competitive market), Memperpendek rantai tataniaga, menigkatkan nilai tambah produk dan meningkatkan posisi tawar (bargaining position) pelaku agribisnis.
Berdasarkan konsep yang dikeluarkan oleh Badan Agribisnis Departemen Pertanian, ditegaskan bahwa konsep dasar mengembangkan STA sebagai suatu infrastruktur pasar, tidak saja merupakan tempat transaksi jual beli, namun juga merupakan wadah yang dapat mengakomodasi berbagai kepentingan pelaku agribisnis seperti sarana prasarana pengemasan, sortasi, grading, penyimpanan, ruang pamer (operation room), transportasi, pelatihan, tempat untuk saling berkomunikasi bagi para pelaku agribisnis dan mengantisipasi berbagai permasalahan yang dihadapi.
STA sebagai infrastruktur pemasaran yang terdapat di sentra produksi diharapkan bermanfaat untuk :
1. Memperlancar kegiatan dan meningkatkan efisiensi pemasaran komoditas agribisnis.
• STA adalah pasar sebagai pusat transaksi hasil-hasil agribisnis.
• Memperbaiki struktur pasar, cara dan jaringan pemasaran.
• Pusat informasi pasar pertanian.
• Sebagai sarana promosi produk pertanian.
2. Mempermudah pembinaan mutu hasil-hasil agribisnis.
• Menyediakan tempat sortasi dan pengemasan.
• Menyediakan air bersih, es, gudang, cool room, cold storage.
• Melatih para petani dan pedagang dalam penanganan dan pengemasan hasil-hasil pertanian.
3. Wadah bagi pelaku agribisnis untuk merancang bangun pengembangan agribisnis, mengsinkronkan kebutuhan/permintaan pasar dengan manajemen lahan, pola tanam, kebutuhan saprodi dan permodalan serta peningkatan SDM pemasaran.
4. Peningkatan pendapatan daerah melalui jasa pelayanan pemasaran.
5. Pengembangan agribisnis dan wilayah.
Sedangkan sasaran pembangunan STA adalah (1) meningkatkan nilai tambah bagi petani dan pelaku pasar, (2) mendidik petani untuk memperbaiki kualitas produknya, (3) mengubah pola pikir petani kearah pola pikir agribisnis, (4) menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah dan (5) mengembangkan akses pasar.
Sarana dan prasarana yang harus disediakan di STA anatara lain meliputi (1) kantor pengelola, (2) bangunan operasional yang terdiri dari tempat bongkar muat produk, tempat penampungan, ruang pencucian, sortasi dan pengemasan, gudang, cool room/cold storage, (3) lapangan parkir, (4) Perkantoran dan Bank, (5) ruang pelatihan/serba guna dan (6) rumah makan.
STA yang merupakan suatu infrastruktur pemasaran yang dapat dipandang sebagai sub system pemasaran dalam suatu system agribisnis melibatkan banyak pihak, sehingga harus dikelola secara professional. Pengelola STA berperan dalam membantu kelancaran tataniaga dalam STA, menjaga ketertiban dan keamanan, menyediakan fasilitas yang dibutuhkan untuk mendukung kelancaran usaha, kebersihan lingkungan, kelancaran informasi dan promosi.

III. STRATEGI PEMASARAN DENGAN MEMFUNGSIKAN INFRASTRUKTUR STA
Model strategi pemasaran dengan memfungsikan infrastruktur STA dapat dilihat pada Gambar 1. Sebagai infrastruktur pemasaran STA berfungsi sebagai berikut :
1. Sebagai sarana untuk mempertemukan antara petani dengan pedagang terhadap suatu komoditi agribisnis yang akan dipasarkan.
2. Sebagai sumber informasi yaitu yang terpenting dalam hal ini peran STA sangat terkait dengan informasi harga pasar yang terjadi secara umum dengan patokan harga di pasar induk dan/atau harga lokal serta sebagai sumber informasi tentang komoditi agribisnis yang ada dari hasil produksi petani lengkap dengan jumlah produksinya (kuantitasnya) dan mutunya (kualitasnya). Untuk itu jumlah luas tanam dan perkiraan produksi, serta kualitas produk sudah harus didata dan diketahui sebelumnya, sehingga para pedagang mendapatkan informasi yang jelas, serta mendapat jaminan kuantitas dan kualitas produk.
3. Sebagai tempat pelelangan komoditi agribisnis, yaitu mengatur proses transaksi antara petani atau kelompok tani yang diwakili oleh ketua kelompok dengan beberapa pedagang melalaui ketentuan yang telah ditentukan sebelumnya.
4. Sebagai lembaga penghubung yang memfasilitasi antara petani atau kelompok tani dengan lembaga keuangan di tingkat produsen untuk merekomendasikan jumlah modal yang dibutuhkan sesuai dengan kuantitas produksi yang dapat dipasarkan di STA. Dengan demikian STA akan bisa menjembatani petani untuk memberikan alternatif permodalan untuk secara bertahap keluar dari ketergantungan terhadap pemberi modal (pedagang) sebelumnya, sehingga petani dapat “independen” memasarkan produknya ke STA.
5. Sebagai sumber pendistribusian produk agribisnis yang dibutuhkan oleh para pedagang dan konsumen, terutama pada saat produksi dalam jumlah yang terbatas atau sebaliknya pada saat terjadi panen raya. Dengan demikian secara tidak langsung STA berperan sebagai “stabilisator” terhadap kontinuitas ketersediaan produk di pasaran yang pada akhirnya pembentukan harga dapat stabil.
6. Sebagai tempat pengelolaan produk agribisnis, seperti cleaning, sortasi, grading dan pengemasan. Hal ini untuk meningkatkan nilai tambah produk.
7. Sebagai sarana untuk mempromosikan produk agribisnis yang dihasilkan petani, terutama produk-produk unggulan daerah.
8. Sebagai sarana untuk melakukan pembinaan terhadap petani dalam pengelolaan usahatani dan pemasaran produk.
Untuk menjalankan fungsinya dengan baik, struktur organisasi dan manajemen STA harus dilakukan secara terpadu dan profesional. Kepengurusan STA harus terdiri dari orang-orang yang banyak terlibat dalam struktur pemasaran dan komoditi agribisnis yang ditangani di daerah yang bersangkutan, serta memiliki kemampuan manajemen yang memadai. Selain itu untuk menghidupi kegiatan operasional STA juga harus ditentukan berapa persen dari bagian yang akan diterima oleh STA melalui kesepakatan transaksi, pendaftaran pelelangan, serta besarnya ongkos angkut yang sudah disetujui atau semacam registrasi intern para pemilik produk dengan STA.

BAHAN BACAAN
Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 2000. Petunjuk Teknis Pengembangan
Sub Terminal Agribisnis. Badan Agribisnis Departemen Pertanian, Jakarta.

Cravens, D.W., 2000. Strategic Marketing, Sixth Edition, Irwin McGraw-Hill,
USA.

Karmana, M.H., Hasanawi Mt., Ahmad, T.N. dan Iwan, S.A., 2001. Kajian
Pengembangan Pemasaran Model Pelelangan Komoditas Agribisnis pada Sentra Produksi. Laporan Hasil Penelitian, Kerjasama antara Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat dengan PT. Arjasari Primaraya, Bandung.

Kotler, P., 1997. Marketing Management, Ninth Edition. (Alih Bahasa oleh
Hendra Teguh, SE.,Ak. dan Ronny A. Rusli, SE.,Ak.), PT. Prenhallindo, Jakarta.

Sukmadinata, T., 2001. Sistem Pengelolaan Terminal Agribisnis dan Sub
Terminal Agribisnis Secara Terpadu Untuk Memberikan Nilai Tambah Pelaku dan Produk Agribisnis. Makalah pada Apresiasi Manajemen Kelayakan Terminal Agribisnis, Sub Terminal Agribisnis, Pergudangan dan Distribusi. Hotel Cisarua Indah, Bogor, 14 – 16 Agustus 2001.

Tanjung, D., 2001. Metoda Analisis Studi Kelayakan Pembangunan TA/STA. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian. Makalah pada Apresiasi Manajemen Kelayakan Terminal Agribisnis, Sub Terminal Agribisnis, Pergudangan dan Distribusi. Hotel Cisarua Indah, Bogor, 145 – 16 Agustus 2001.

1 komentar: